national-cancer-institute-GcrSgHDrniY-unsplash

Izin Edar dan Izin Distribusi Alat Kesehatan

Berdasarkan Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 14 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk Pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan (“Permenkes No. 14/2021”), Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. Alat Kesehatan juga merupakan reagen in vitro dan kalibrator, perangkat lunak, bahan atau material yang digunakan tunggal atau kombinasi, untuk menghalangi pembuahan, desinfeksi alat kesehatan, dan pengujian in vitro terhadap spesimen dari tubuh manusia, dan dapat mengandung obat yang tidak mencapai kerja utama pada tubuh manusia melalui proses farmakologi, imunologi, atau metabolisme untuk dapat membantu fungsi atau kerja yang diinginkan.
Sedangkan yang dimaksud dengan Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro adalah setiap reagen, produk reagen, kalibrator, material kontrol, kit, instrumen, aparatus, peralatan atau sistem, baik digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan reagen lainnya, produk reagen, kalibrator, material kontrol, kit, instrumen, aparatus, peralatan atau sistem yang diharapkan oleh pemilik produknya untuk digunakan secara in vitro untuk pemeriksaan dari setiap spesimen, termasuk darah atau donor jaringan yang berasal dari tubuh manusia, semata-mata atau pada dasarnya untuk tujuan memberikan informasi dengan memperhatikan keadaan fisiologis atau patologis atau kelainan bawaan, untuk menentukan keamanan dan kesesuaian setiap darah atau donor jaringan dengan penerima yang potensial, atau untuk memantau ukuran terapi dan mewadahi spesimen. Apabila ditinjau dari risiko yang ditimbulkan akibat dari kesalahan interpretasi hasil pemeriksaan terhadap individu dan masyarakat, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dapat dibagi menjadi:

  • Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro kelas A menimbulkan risiko rendah terhadap individu dan masyarakat;
  • Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro kelas B menimbulkan risiko sedang terhadap individu dan risiko rendah terhadap masyarakat;
  • Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro kelas C menimbulkan risiko tinggi terhadap individu dan risiko sedang terhadap masyarakat; dan
  • Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro kelas D menimbulkan risiko tinggi terhadap individu dan masyarakat.

Setiap Distributor Alat Kesehatan yang hendak menyalurkan alat kesehatan wajib memiliki:

  • Izin Edar, yaitu izin untuk Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT yang diproduksi oleh Produsen, dan/atau diimpor oleh Distributor Alat Kesehatan dan Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro atau importir yang akan diedarkan di wilayah Negara Republik Indonesia, berdasarkan penilaian terhadap keamanan, mutu, dan kemanfaatan; dan
  • Izin Distribusi Alat Kesehatan atau Izin DAK, yakni izin yang diberikan kepada Distributor Alat Kesehatan untuk melakukan serangkaian kegiatan distribusi atau penyerahan Alat Kesehatan.

Hanya perusahaan yang berbentuk badan hukum berupa Perseroan Terbatas atau Koperasi yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, dan distribusi Alat Kesehatan dan Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro yang dapat disebut sebagai Distributor Alat Kesehatan.
Untuk mengajukan Permohonan Baru Izin Edar Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro Dalam Negeri Kelas A, B, C, dan D, maka setiap Distributor Alat Kesehatan harus memenuhi beberapa persyaratan umum, yakni:

  1. Surat perjanjian kerja sama antara pemilik produk dengan produsen/distributor yang telah disahkan notaris dengan masa berlaku minimal 2 (dua) tahun, jika produk didaftarkan oleh pemilik produk atau distributor yang ditunjuk oleh produsen.
  2. Surat Pernyataan Bersedia Melepas Keagenan yang bermeterai cukup;
  3. Sertifikat Merek yang masih berlaku;
  4. Surat Pernyataan Keaslian Dokumen yang bermeterai cukup;
  5. Pakta Integritas dalam rangka pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme yang bermeterai cukup;
  6. Bukti pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Perlu untuk diperhatikan bahwa biaya PNBP yang telah dibayarkan tidak dapat dikembalikan; dan
  7. Standard Operating Procedure (SOP) atau Prosedur Tetap (Protap) dan sistem pencatatan mengenai penanganan keluhan pelanggan (complaint handling), kejadian tidak diinginkan, penarikan kembali produk (product recall) dan informasi produk lain terkait post market untuk permohonan baru.

Selain persyaratan di atas, terdapat persyaratan khusus yang perlu dipenuhi, yakni:

1. Dokumen Quality Management System dengan ketentuan:

  • SNI ISO 9001/ISO 9001 dan/atau SNI ISO 13485/ISO 13485 mengikuti tahun termutakhir yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi terakreditasi nasional maupun internasional, mencantumkan nama dan alamat produsen sesuai sertifikat produksi, masih berlaku dengan ruang lingkup mencakup jenis alat kesehatan yang didaftarkan.
  • Sertifikat CE jika mencantumkan CE bernomor pada penandaan.
  • Sertifikat Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan jika sudah memiliki.

2. Declaration of Conformity atau surat pernyataan kesesuaian standar dari produsen merupakan dokumen yang menyatakan kesesuaian alat kesehatan yang didaftarkan terhadap standar alat kesehatan yang digunakan dalam pembuatan alat kesehatan dan salinan naskah standar tersebut, seperti: SNI produk, ISO produk, Farmakope, dan lain-lain;

3. Informasi Produk yang meliputi:

  • Uraian alat kesehatan;
  • Deskripsi dan fitur alat kesehatan;
  • Tujuan penggunaan;
  • Indikasi;
  • Petunjuk penggunaan;
  • Kontra indikasi;
  • Peringatan;
  • Perhatian;
  • Potensi efek yang tidak diinginkan;
  • Alternatif terapi;
  • Material/bahan baku;
  • Informasi pabrik; dan
  • Proses produksi.

4. Spesifikasi dan Jaminan Mutu; dan
5. Persyaratan Penandaan.

Khusus untuk penerbitan Izin Edar Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro Dalam Negeri dengan risiko tinggi dilakukan Penilaian Kesesuaian oleh Kementerian Kesehatan. Adapun Penilaian Kesesuaian yang dimaksud meliputi:

  • Persyaratan umum/administrasi; dan
  • Persyaratan khusus/teknis.

Mekanisme penilaian kesesuaian untuk izin edar alat kesehatan diagnostik in vitro dalam negeri kelas A, B, C, dan D dilakukan dengan cara mengevaluasi kesesuaian dokumen yang diunggah pada sistem elektronik registrasi alat Kesehatan yang terintegrasi dengan sistem OSS.
Kriteria, tata cara dan ketentuan permohonan perpanjangan, perubahan, dan perpanjangan dengan perubahan izin edar alat kesehatan diagnostik in vitro dalam negeri mengacu kepada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Kesehatan (“Permenkes No. 26/2018”).
Selama kondisi pandemi COVID-19, jenis-jenis alat kesehatan yang memerlukan Izin Edar dan telah diberikan percepatan pelayanan perizinan oleh Kementerian Kesehatan melalui mekanisme One Day Service, terdiri atas:

  • Surgical Face Mask;
  • Masker N95;
  • Isolation gown/Alat Pelindung Diri;
  • Liquid Chemical Sterilants/High Level Disinfectants (Disinfektan);
  • Surgeon’s Glove (Sarung Tangan Steril);
  • Patient Examination Glove (Sarung Tangan Pemeriksaan);
  • Clinical Electronic Thermometer;
  • Ventilator;
  • Infusion Pump;
  • Mobile X-Ray;
  • High Flow Oxygen Device;
  • Bronchoscopy Portable;
  • Power Air Purifying Respirator;
  • CPAP Mask;
  • CPAP Machine;
  • ECMO (Extracorporeal Membrane Oxygenation);
  • Breathing Circuit for Ventilator and CPAP;
  • Neonatal Incubator and Incubator Transport;
  • Transport Culture Medium (VTM/UTM);
  • Microbiological Specimen Collection and Transport Device (Dacron Swab);
  • Alat/Instrument Reagen Rapid Test untuk Pemeriksaan COVID-19;
  • Resuscitation Bag; dan
  • Hand Sanitizer dan Disinfektan;

Pelayanan Perizinan Secara Elektronik

Pelaku usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik, wajib memenuhi Komitmen Izin Edar Alat Kesehatan paling lama 14 (empat belas) hari kalender. Dokumen pemenuhan komitmen disampaikan melalui regalkes.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS. Kemudian, Kementerian Kesehatan melakukan evaluasi terhadap pemenuhan komitmen yang disampaikan oleh pelaku usaha (Pasal 71 ayat (1)-(4) Permenkes 26/2018).
Apabila Alat Kesehatan menggunakan teknologi, zat aktif baru dan/atau dengan klaim yang tidak lazim, maka evaluasi harus mendapatkan pertimbangan dari tim ahli yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. Tim ahli yang dimaksud terdiri atas unsur instansi terkait, praktisi, perguruan tinggi, organisasi profesi dan/atau asosiasi pelaku usaha (Pasal 71 ayat (5)-(6) Permenkes 26/2018).
Evaluasi atas pemenuhan Komitmen Izin Edar Alat Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan untuk Alat Kesehatan kelas A paling lama 10 (sepuluh) hari kalender, kelas B dan kelas C paling lama 20 (dua puluh) hari kalender, serta Kelas D paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender (Pasal 71 ayat (7) Permenkes 26/2018).
Apabila hasil evaluasi menyatakan tidak terdapat perbaikan, maka Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Izin Edar Alat Kesehatan paling lama 5 (lima) hari kalender melalui sistem OSS. Notifikasi tersebut berarti Komitmen Izin Edar Alat Kesehatan telah terpenuhi (Pasal 71 ayat (8) dan Pasal 71 ayat (13) Permenkes 26/2018).

Biaya
Perizinan Berusaha dapat dikenakan biaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun biaya harus dibayarkan oleh Pelaku Usaha pada saat penyampaian dokumen pemenuhan Komitmen dan bukti pembayaran diunggah ke dalam sistem OSS. Apabila kewajiban pembayaran tidak dilakukan, maka izin yang telah diberikan dinyatakan batal (Pasal 85 ayat (1)-(5) Permenkes 26/2018).

Tarif PNBP

Sertifikat Izin Edar Alat Kesehatan

Kelas 1.A Rp. 1.500.000,00
Kelas 2.B Rp. 3.000.000,00
Kelas 2.C Rp. 3.000.000,00
Kelas 3.D Rp. 5.000.000,00

Masa Berlaku dan Perpanjangan Izin Edar Alat Kesehatan
Izin Edar Alat Kesehatan berlaku selama Pelaku Usaha menjalankan usaha dan/atau kegiatannya (Pasal 86 ayat (1) Permenkes 26/2018) dan harus diperpanjang paling cepat 9 (Sembilan) bulan sebelum masa berlaku berakhir (Pasal 87 ayat (3) Permenkes 26/2018).

Pengawasan Atas Pelaksanaan Perizinan Berusaha

Pengawasan atas pelaksanaan perizinan berusaha dilakukan oleh Menteri, Gubernur, dan/atau Bupati/Wali Kota. Pengawasan tersebut dimulai sejak tanggal pernyataan Komitmen yang tercantum dalam OSS. Apabila ditemukan ketidaksesuaian atau penyimpangan atas pelaksanaan perizinan berusaha, maka menteri, gubernur, dan/atau bupati/wali kota dapat mengambil tindakan yang disampaikan melalui sistem OSS berupa (Pasal 88 ayat (1)-(8) Permenkes 26/2018):

  • peringatan;
  • notifikasi pembatalan perizinan berusaha;
  • penghentian sementara kegiatan berusaha;
  • pengenaan denda administratif; dan/atau
  • pencabutan Perizinan Berusaha.

Sumber:

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top
Chat WhatsApp
1
Butuh bantuan
Terimakasih telah menghubungi Legal Nusa. Konsultasikan kebutuhan legal Perusahaan Anda sekarang.